Kebijakan Tarif Trump untuk Indonesia, Petaka atau Berkah?

Presiden Amerika Serikat (AS) mengumumkan untuk menerapkan Country Tariff dan Reciprocal Tariff untuk produk-produk impor ke Amerika Serikat. Kebijakan ini bertujuan untuk melindungi dan mendorong penjualan produk lokal di Amerika Serikat, serta membuka lapangan kerja untuk masyarakat lokal. 

Kebijakan ini menerima kritikan dan protes dari dunia internasional bahkan warga negara Amerika Serikat sendiri.

Country Tariff atau Tarif Negara adalah tarif yang dikenakan suatu negara pada barang impor berdasarkan kebijakan perdagangan nasionalnya. Tarif ini tidak bergantung pada tindakan negara lain atau ditentukan secara sepihak oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu.

Country Tariff bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri dengan menaikkan harga barang impor agar produk lokal lebih kompetitif dan banyak dibeli oleh masyarakat. Tarif ini juga berfungsi sebagai sumber pendapatan bagi pemerintah dan membatasi impor barang tertentu.


Reciprocal Tariff atau Tarif Timbal Balik bertujuan untuk mengatasi ketidakseimbangan perdagangan global dengan mengenakan tarif yang lebih tinggi pada barang-barang impor dari negara mitra dagang. Tarif ini sebagai bentuk balas dendam terhadap kebijakan tarif negara lain yang dianggap merugikan Amerika Serikat.

Misalnya, presentasi yang diadakan Presiden AS menunjukkan bahwa barang-barang impor dari Tiongkok akan dikenakan tarif timbal balik sebesar 34%, sedangkan impor dari Uni Eropa hanya dikenakan tarif 20%.


Kebijakan Tarif Trump ini berlaku untuk lebih dari 180 negara, termasuk Kanada, Tiongkok, dan Meksiko. Besaran tarif yang dikenakan kisaran 20% hingga 25% tergantung komoditas yang diimpor. 

Perhitungan tarif yang ditetapkan didasarkan besaran tarif yang diterapkan oleh negara mitra dagang kepada Amerika Serikat, manipulasi mata uang, dan hambatan dagang.


Presiden AS mengumumkan daftar negara yang dikenakan kebijakan tarif pada Rabu (2/4/2025). Indonesia menjadi salah satu negara dengan besaran tarif dasar 10% dan tarif timbal balik 32%. 

Kebijakan ini sudah diterapkan dari 5 April 2025.

Indonesia mengekspor beberapa komoditas ke Amerika Serikat per 2024, seperti:

  • Mesin dan perlengkapan elektrik dengan nilai ekspor 4,18 miliar dolar AS 
  • Pakaian dan aksesoris rajutan dan bukan rajutan, serta alas kaki dengan kumulatif ketiga komoditas mencapai 7 miliar dolar AS
  • Lemak dan minyak hewani/nabati dengan nilai ekspor 1,78 miliar dolar AS
  • Karet dan barang dari karet dengan nilai mencapai 1,68 miliar dolar AS
  • Perabotan dan alat penerangan dengan nilai 1,43 miliar dolar AS
  • Ikan dan udang dengan nilai ekspor 1,09 miliar dolar AS
  • Mesin dan peralatan mekanis dengan nilai mencapai 1,01 miliar dolar AS
  • Olahan dari daging dan ikan dengan nilai ekspor 788 juta dolar AS

 
Alasan lain penerapan kebijakan tarif ini karena Indonesia menjadi penyumbang defisit perdagangan terbesar ke-15. 

Berdasarkan data oleh Kementrian Pedagangan, perbandingan kegiatan ekspor dan impor Indonesia ke Amerika Serikat, antara lain:
Tahun | Impor (%) | Ekspor (%) | Surplus (%)

  • 2022 | Impor 11,61% | Ekspor 28,18% | Surplus 16,57%
  • 2023 | Impor 11,28 | Ekspor 23,25% | Surplus 11,97%
  • 2024 | Impor 11,97% | Ekspor 26,31% | Surplus 14,54%


Dampak dari kebijakan ini ialah naiknya harga produk ekspor Indonesia ke Amerika Serikat yang berisiko menurunkan penjualan hingga hilangnya pangsa pasar di Amerika Serikat.  

Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia menyebutkan bahwa kebijakan tarif oleh Presiden AS membawa dampak positif bahkan negatif untuk Indonesia.


Dampak Negatif Kebijakan Trump

  • Oversupply barang impor di Indonesia yang akan berpengaruh pada penurunan nilai mata uang Rupiah atau deflasi Rupiah
  • Resesi ekonomi Indonesia di kuartal IV pada 2025 akibat potensi ekspor menurun, harga komoditas rendah, penerimaan pajak melemah, fiskal pemerintah yang tidak mampu berikan stimulus tambahan, serta sisi konsumsi rumah tangga melemah atau korelasi ekonomi Indonesia dengan AS di setiap 1% penurunan pertumbuhan ekonomi AS, maka ekonomi Indonesia turun 0,08%
  • Sektor-sektor komoditas yang bergantung pada ekspor ke AS berimbas PHK massal serta penurunan kapasitas produksi semua industri otomotif dan elektrik di Indonesia, terpuruknya sektor padat karya, seperti pakaian jadi dan tekstil

Dampak Positif Kebijakan Tarif Trump

  • Perluasan pasar ekspor Indonesia di negara selain AS, mengingat kualitas barang yang dihasilkan Indonesia untuk diekspor setara dengan kualitas produk Tiongkok
  • Relokasi industri ke Indonesia untuk mitigasi naiknya biaya ekspor karena dianggap lebih aman 
  • Potensi peningkatan daya beli terhadap produk lokal yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia, menjaga nilai tukar rupiah, dan mengendalikan inflasi


Tahukah Kamu?

Pemerintahan Indonesia menyiapkan langkah untuk menavigasi situasi ini yang diambil berbasis dinamika geopolitik, yakni:

  • Menguatkan hubungan dagang internasional;
  • Mengoptimalisasi potensi sumber daya alam;
  • Meningkatkan konsumsi dalam negeri.

Pemerintah optimis dengan langkah yang diambil, ekonomi Indonesia akan tetap tumbuh secara baik dalam menghadapi situasi ini.