Suarakan Kemerdekaan Lewat Kebebasan Humor

Humor merupakan wujud dari kemerdekaan berkomunikasi juga berekspresi. Kemerdekaan tak hanya berwujud kebebasan dari penjajah, namun juga bebas dalam bersuara. Secara sosiologis, kebebasan masyarakat dalam berhumor masih mengalami pembatasan atau kekangan.

Pelawak legendaris Dedy ‘Miing’ Gumelar berpendapat bahwa secara harfiah Indonesia sudah merdeka, namun secara sosiologis belum. Kekuasaan struktural saat dipegang oleh pemerintah, tetapi semua kalangan berhak berkuasa atas komunikasi dan ekspresi yang disuarakan termasuk humor.

Menurut Dedy, humor sangat dibutuhkan dalam beragam aspek kehidupan. Humor menjadi salah satu media yang efektif dalam penyampaian komunikasi. Humor ini dapat disampaikan oleh semua kalangan. Mulai dari rakyat biasa hingga aparatur negara.

Masyarakat bisa menggunakan humor sebagai media berkomunikasi dan berekspresi. Humor juga menjadi katarsis atas kondisi yang tidak bisa mereka ubah dalam waktu singkat, hingga menjadi indikator kedewasaan masyarakat,” kata Dedy pada webinar bertajuk ‘Merdeka atau Tapi: Sudah Merdekakah Humor Kita?’ (17/8/2020).

Kebebasan humor sendiri tak semata-mata membebaskan untuk bersuara semena-mena. Ada etika dan norma tersendiri yang harus dipatuhi. Para pelaku komedi juga seniman perlu paham konsep kebebasan berhumor sebelum menyampaikan kepada publik.

“Kita bisa mentertawakan orang lain dan kondisi sekitar, tapi kita akan jadi orang yang paling dewasa ketika mampu mentertawakan diri sendiri. Sementara sekarang, banyak orang yang mudah marah, melayangkan somasi, dan lain-lain karena disindir lewat humor,” ujar Dedy.

CEO Insitut Humar Indonesia Kini (IHIK3) Novrita Widiyastuti menyampaikan, masyarakat harus terus menyuarakan kebebasan. Salah satunya melalui humor. Humor yang disampaikan juga perlu memperhatikan adab, norma dan etika yang berlaku di masyarakat.

“Tetaplah bersuara, tetaplah berhumor agar berguna bagi orang lain. Selain itu juga supaya kedewasaan kita dalam berhumor meningkat.” tutupnya. (ARF)