Lewat Tamansiswa, Ki Hadjar Dewantara Ingin Terus Cerdaskan Bangsa 

Jakarta - Hari Pendidikan Nasional selalu dirayakan di Indonesia pada tanggal 2 Mei. Penetapan tersebut bukanlah tanpa alasan, sebab 2 Mei merupakan hari lahir dari Suwardi Suryaningrat atau Ki Hadjar Dewantara, yang merupakan tokoh pergerakan nasional.

Ki Hadjar Dewantara sendiri bukanlah orang sembarangan, merupakan peletak dasar pendidikan di Indonesia, pioner di zamannya. Warisan dari perjuangannya adalah Perguruan Tamansiswa, yang merupakan salah satu lembaga pendidikan tertua di Indonesia.

Tamansiswa didirikan 3 Juli 1922, Perguruan ini telah menyelenggarkan pelayanan pendidikan ke seluruh rakyat Indonesia dalam berbagai tingkatan pendidikan.

Eksistensi Tamansiswa tidak hanya terletak di usianya, tetapi juga kisah dibelakangnya.  Taman Siswa didirikan dalam rangka untuk menentang perjuangan melawan kolonialisme Belanda.

“Perguruan ini didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara, cucu Pakualam III, sebagai respons beliau untuk menentang penjajahan” kata Ki Dr.Saur Panjaitan XIII, MM, Wakil Ketua Majlis Luhur Tamansiswa, saat dihubungi Media AKUTAHU, Kamis (5/2/2019).

Sebagai kaum terdidik di zaman kolonial, Ki Hadjar Dewantara melihat bahwa bangsa Indonesia harus merdeka. Ia menempuh berbagai cara, salah satunya adalah dengan menulis protes kepada kolonial.

“Andai Aku menjadi Orang Belanda”. Artikel ini menyindir perayaan kemerdekaan Belanda dari Prancis di Indonesia. Sayangnya, upaya beliau itu berhujung pada pembuangan ke Belanda, selama enam tahun lamanya.

“Namun, setelah pembuangan itu, ia berpikir bagaimana caranya bangsanya bisa merdeka. Salah satunya adalah dengan mencerdaskan mereka, lewat pendidikan” ujar Saur Panjaitan.

Ki Hadjar sadar bahwa bangsa Indonesia tidak bisa terjebak dalam kebodohan yang akan memasung mereka. Karena itulah Tamansiswa didirikan.

“Setelah Indonesia merdeka, Tamansiswa terus bergerak untuk mengisi kemerdekaan, lewat pendidikan dan kebudayaan” kata Saur Panjaitan.

Dalam menjalankannya, Taman Siswa berpedoman dengan visi “Tertib, Damai, Salam, Bahagia”. Tertib bermaksud hidup teratur, tertata, dan swadisiplin, yang diimplementasikan pada individu sendiri dan hubungan dengan Tuhan, sesama manusia dan alam. Damai bermakna hidup yang tentram, tidak gelisah dan tidak mengeluh. Sementara Salam-Bahagia maksudnya adalah hidup yang merasa tercukup kebutuhan dan lahir batinnya.

“Kami mengajarkan pendidikan Ketamansiswaan, yang merupakan ajaran Ki Hajar Dewantara, kepada para siswa” lanjutnya. "Ajaran ketamansiswaan sendiri umumnya berisi tentang pembinaan akhlak. Para guru atau dikenal dengan “pamong”  juga ditatar dengan nilai ketamansiswaan guna memperkuat indoktrinasi nilai-nilai kepada para peserta didik. Harapannya, siswa dapat menjalankan nilai-nilai ketamansiswaan itu dalam kehidupan sehari-hari.

Kini,  Perguruan Tamansiswa  tetap kokoh walau sudah berusia 90 tahun lebih. Tamansiswa sudah memiliki 126 Cabang dengan kantor pusat di Yogyakarta.

“Cabang-cabang tersebut mendirikan sekolah dari tingkat Taman Indria (TK) hingga ke Perguruan Tinggi” ujar Saur Panjaitan.