Berusia 96 Tahun, Tamansiswa Siap dengan Perubahan Zaman

Jakarta - Dunia modern semakin kompleks dan lembaga pendidikan dituntut untuk mampu beradaptasi  dengan itu. Walau sudah berdiri lebih dari 90 tahun, Tamansiswa tetap percaya diri sebagai lembaga pendidikan yang relevan dan berkualitas, yang mampu menghadapi dunia modern. Hal ini tak lain karena nilai-nilai ajaran  Ki Hadjar Dewantara yang dimiliki oleh Tamansiswa, sebagaimana diutarakan oleh Dr. Saur Panjaitan XIII, MM, Wakil Ketua Majelis Luhur Perguruan Tamansiswa.

“Ajaran Ki Hajar Dewantara ini adalah Teori SBII, yang merupakan singkatan dari Sifat, Bentuk, Isi, dan Irama” ujar Saur Panjaitan saat dihubungi oleh Media AKUTAHU , Kamis (2/5).

Menurut Saur, dalam hal sifat, Tamansiswa tidak boleh berubah sampai kapanpun. Ini termasuk diantaranya adalah Asas Tamansiswa 1922 yang telah disahkan sebagai nilai dasar Tamansiswa sejak Kongres 1930.

Selain itu, Ki Hadjar Dewantara juga mengajarkan tiga N, yakni Niteni, Nirokke, Nambahi.  Niteni dalam bahasa Jawa artinya mengamati, sementara Nirokke artinya meniru.

“Nambahi itu adalah puncaknya, kita tidak bisa sekedar meniru dan mengamati, tetapi juga harus melakukan penambahan, improvisasi dan inovasi” jelas Saur Panjaitan. Dengan nilai-nilai yang kokoh tetapi adaptif ini, Tamansiswa percaya bisa bersaing di tengah kerasnya dunia modern.

Meski demikian, tantangan besar menanti Tamansiswa. Salah satunya adalah mendidik anak-anak generasi Z, dan setelahnya, disaat banyaknya kasus pelecehan siswa terhadap guru. Terkait itu, Saur menuturkan bahwa ini merupakan tantangan besar tetapi bukan hanya tanggung jawab sekolah saja.

“ Pendidikan itu tidak hanya dari sekolah, keluarga dan masyarakat juga berperan” kata Dr. Saur Panjaitan.

Ia bercerita bagaimana orang tua dan keluarga melemparkan tanggung jawab pendidikan semuanya ke sekolah. “Kita mau menghukum siswa juga susah, kadang orang tua mereka malah membela dan marah-marah ke kita. Ada juga siswa yang tak terima dimarahi, karena di rumah tidak pernah dimarahi dan dihukum” keluhnya.

"Belum lagi pengaruh masyarakat yang semakin negatif dan kontradiktif untuk perkembangan moral siswa. Contoh, jangan korupsi tapi faktanya pada banyak yang korupsi. Belum lagi, tontonan negatif di televisi” tambahnya.

Oleh karena itu, Saur menyarankan bahwa pemerintah harus turun tangan untuk mengatasi semua permasalahan tersebut.

“Pemerintah harus mampu memfasilitasi pendidikan dan menciptakan regulasi yang baik untuk mengatur media maupun masyarakat,” sebut Dr. Saur Panjaitan.

“Sangat baik kalau pemerintah fokus dalam menyelenggarakan pendidikan keluarga, sehingga saat masuk sekolah nanti, anak-anak sudah siap dalam menerima pendidikan dari sekolah, setelah intensif dididik keluarga” ujarnya.

Saur berharap agar pemerintah bersama-sama bekerja sama dengan Tamansiswa guna mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Apalagi, Tamansiswa adalah anak kandung pemerintah, bukan hanya sekolah negeri, sebab sejarahnya yang sangat panjang dalam mendidik bangsa ini dan sebagai wujud dari cita-cita Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hadjar Dewantara.

“Semuanya harus disetarakan, mau swasta dan negeri jangan hanya sekolah negeri saja yang diutamakan”ujar Saur Panjaitan.

Meski begitu, Tamansiswa tetap harus independen saat menjadi mitra pemerintah, sebagaimana pesan Ki Hadjar Dewantara sesuai dengan nilai Asas Tamansiswa 1922. Terakhir, Saur mengajak semua pihak untuk sama-sama menciptakan sekolah yang nyaman bagi siswa.

“Sekolah harus menjadi taman bagi siswanya, agar sekolah menjadi indah dan mereka rindu untuk pergi ke sekolah di hari minggu, tidak seperti sekarang yang mana mereka malah stress” tutup Saur Panjaitan.